Jumat, 19 Juni 2009

Penyesalan cinta

Ini bukan judul lagu, bukan juga judul sinetron. Saya hanya ingin membagi pengalaman bagaimana rasa cinta saya yang besar atas makanan membuat saya berpikir dalam.


Dua bulan yang lalu, atas rekomendasi seorang teman, saya dan tentunya seperti biasa ditemani oleh seorang partner, menikmati brunch di Rosso hotel Shangrilla. Teman yang merekomendasikan tempat ini sudah mewanti-wanti saya agar memesan tempat terlebih dahulu, karena brunch di Rosso selalu penuh dan hanya tersedia pada hari minggu saja. Akhirnya 3 hari sebelum hari h saya memesan tempat di restoran ini untuk 2 orang. Harga per paxnya adalah 260rb untuk yang tidak memakai wine, dan kalau tidak salah 280 rb untuk yang memakai wine. Saya memesan yang tidak memakai wine, dan setelah dihitung dengan tax dan service charge, harga per paxnya itu 320rb. Waktu yang tersedia untuk menimati Sunday brunchnya itu adalah dari pukul 11.30-14.30. Makanya saya agak bingung kenapa dinamakan brunch, dan bukan lunch saja.


Buat saya, uang 320rb per orang sekali makan adalah jumlah yang besar. Oleh karena itu, saya bertekad untuk tidak menyiakan kesempatan tersebut. Pada hari h, saya bangun lebih pagi untuk sarapan dan itu pun hanya berupa sup, agar ketika waktu makan siang tiba saya sudah sangat lapar. Teman saya yang bangun agak terlambat bahkan memutuskan untuk tidak makan pagi. Kesepakatan kami adalah untuk datang di tempat jam 11.15 agar ketika jam 11.30 tiba, kami sudah bisa langsung makan. Makan memang perlu strategi, begitulah pikir saya.


Saat yang ditunggu tiba. Di Rosso yang dekorasinya didominasi warna merah, dengan pelayan yang ramah (ya iyalah ramah, secara mahal bayarnya. Kalo gak ramah si kebangetan), saya mendapatkan kursi tepat di depan meja seafood. Huhuy!lobster, oyster, kepiting, tiger prwan, semua memanggil-manggil saya untuk segera melahap mereka. DAri awal kami duduk, pelayan sudah menanyakan apa yang ingi kami pesan untuk main course. Untuk appetizer, sebagai orang yang masih price sensitive dalam makanan, tentu saja yang saya ambil paling banyak adalah lobster. Di hari lain mana bisa makan lobster sepuasnya. Lobsternya fresh, udangnya juga. Tapi pilihan oysternya kurang ok. Ada 2 jenis oyster, dan salah satunya adalah kerang hijau biasa. Betul kata salah seorang teman saya, kalau mau oyster enak, jangan pilih yang all you can eat.


Setelah makan seafood dengan semangat 45, saatnya masuk ke appetizer yang lain. Aaaaaaaa panic mode on! help! Ternyata buffet appetizernya terdiri dari begitu banyak macam salad, cold cut, daging asap, keju, serta aneka jenis saus yang menggoda selera. Tenang fit...tarik nafas.... konsentrasi. Saya mengambil beberapa jenis salad dengan jumlah sedikit saja dan menambahkan saos merah yang rasanya manis (sepertinya dari cranberry) dan satu saus berwarna kuning yang rasanya agak asam. Di tengah euforia menyantap makanan tersebut, seorang pelayan datang untuk menanyakan apakah kami mengininkan soup. Setelah beberapa lama, dan beberapa kali balikan ke meja appetizer, akhirnya soup yang kami pesan datang. Hanya tersedia satu jenis soup hari itu, dan itu adalah minestrone soup. Tampilannya sangat sederhana dan bentuknya pada dasarnya hanya sup sayur biasa. Tapi di balik tampilan sederhananya, rasanya cukup enak. Teman saya setelah itu masih sempat mencicipi aneka macam pasta seperti Stuffed Ravioli with Tiger Prawn Sauce, yang dimasak dan diantarkan sendiri oleh chefnya kemeja kami, yang menurut saya rasanya enak tapi tidak terlalu istimewa. Untuk pasta, tersedia 10 jenis sauce lainnya. Saya sih merasa cukup dengan bola daging saja. tebal, tasty, spicy. Di sela-sela itu, aneka macam juice mengobati rasa haus kami


Main course yang kami pesan datang. Veal Wrapped in Cabbage Stuffed with Mushrooms and Spinach yang dipesan teman saya rasanya lumayan, tapi biasa saja, begitu pula Pan Seared Sea Bass with Marinated Veggies yang saya pesan. Tapi saya lebih suka pesanan saya yang rasanya lebih spicy. Yah namanya juga orang indonesia, kalau gak nendang gak sip. Kami makan perlahan, menikmati setiap suapannya. Saatnya..... dessert. Berjalan lah saya ke tempat hidangan penutup disajikan. Kalau tadi diawali dengan panik, kemudian euforia, mungkin saat ini lebih tepat disebut kerasukan. Aneka macam mousse, coklat, biskuit, puding, buah, es krim dan tart disajikan dengan sangat menggoda. Ah........ pusing-pusing.... pilih mana ya?saya mengambil satu mousse coklat yang bernama panacotta, puding mangga, beberapa potong praline. Teman saya mengambil es krim, tiramisu dan panacotta. Gak ada lagi dari kami yang sanggup mengambil aneka macam tart. Juara dari pilihan kami adalah: panacotta! Rasanya luar biasa bikin melayang. sloki yang kecil tersebut terdiri dari lapisan demi lapisan dark chocolate dan white chocolate yang lembut. Tidak terlalu manis, tidak terlalu pahit, aduh pokoknya enak deh. Saya punya prinsip yang agak aneh. Kalau saya menemukan makanan yang rasanya enak banget, saya tidak akan mengambil porsi kedua agar memori saya akan makanan enak tersebut tetap kuat. dalam 3 tahun terakhir ini, si penacotta adalah makanan kedua yang masuk dalam kategori tersebut. Kepuasan hari itu ditutup oleh secangkir teh untuk saya, dan secangkir kopi untuk teman saya. Kami mengakhiri pertempuran tepat pukul 14.30, dengan perut yang rasanya mau meletus. ya.. tanda-tanda asupan yang berlebihan.


Di taksi, pikiran saya mulai melayang. Bukan karena menyesal, tapi lebih karena khawatir. Satu persatu bayangan leluhur, saudara ataupun ayah saya masuk ke kepala dengan penyakit mereka masing-masing. Kolesterol, asam urat, diabetes, darah tinggi, dan penyakit berat yang disebabkan faktor-faktor tersebut. Saya diberkahi Tuhan dengan badan mungil yang berat badannya tidak akan bertambah walau makan sebanyak apapun. dalam usia 26 tahun, tiba-tiba saya bergidik membayangkan apakah saya akan menghabiskan hari tua dengan tumpukan aneka macam penyakit dan mengakhiri hidup saya perlahan tapi pasti dengan fungsi organ tubuh yang perlahan semakin menurun hanya karena: makanan! kok kayaknya pesta pora saya di hotel bintang lima itu jadi terasa berlebihan. Ada semacam tarik menarik di hati nurani saya. antara perasaan merasa berhak untuk menikmati hidup, dan perasaan bersalah. Sampai akhirnya saya sempat membuat visi gak penting untuk lucu-lucuan. Saya harus melakukan apapun agar ketika tua bisa hidup nyaman, kaya raya, makan enak tapi tetap sehat. Setidaknya pola hidup sehat menjadi bentuk tanggung jawab saya terhadap sanga maha kuasa yang menganugerahi saya tubuh ini. Pokoknya saya gak mau ketika udah tua cuma bisa makan sayur rebus dengan gula dan garam diet. Kata kuncinya adalah: kontrol


Keesokan harinya saya bangun lebih pagi, memaksakan diri jalan pagi di fatmawati dan sekitarnya selama setengah jam, disambung yoga selama setengah jam dan meditasi 15 menit. Waktu berjalan kakinya ditambah di akhir pekan. Baru beberapa hari kemudian saya menemukan fakta bahwa haram hukumnya menginjak jl fatmawati jam 6.15 dan sesudahnya untuk olahraga. Alih-alih badan sehat, hanya tumpukan polusi yang akan mengisi paru-paru saya. Saya pun hanya memakan oat/havermout untuk sarapan, dan menggantikan snack sore saya yang biasanya super beracun berbentuk gorengan yang digoreng menggunakan minyak jelantah berwarna hitam, bakso dengan penyedap, ataupun crepes dan donut yang penuh lemak dengan apel. Berusaha keluar dari kebiasaan memakan makanan yang semakin beracun semakin enak. Ternyata jalan pagi saya menyenangkan karena saya banyak melihat hal menarik yang tidak saya temui di siang hari. Tukang sayur, ibu-ibu bercengkrama, bapak-bapak berjalan pagi, pengemis yang kalau siang mangkalnya dekat kosan saya tapi kalau pagi di gang sebelah. Klorofil, dan susu cap beruang pun menjadi bagian dopping sehari-hari.


Tekad saya bertahan selama beberapa minggu. Teman-teman kantor sampai rajin menggoda saya, menaruh gorengan di atas meja, atau bahkan menawari traktiran racun. saya bergeming, bertahan dan tetap melaksanakan hidup sehat saya. tibalah saat tugas keluar kota, tumpukan pekerjaan yang tidak selesai-selesai, pola tidur yang berubah menjadi lebih larut. Tetap terjaga setelah shalat shubuh sepertinya menjadi sesuatu yang menyiksa. Godaan bantal, guling dan selimut tebal dalam ruang ber-ac menjadi tak tertahankan. Rusak sudah semua tekad dan visi hidup yang tadinya gak penting dan cuma lucu-lucuan menjadi kata-kata tanpa makna. Sekali berhenti olahraga, susah banget deh mulainya lagi. sepertinya saya harus memulai lagi dengan mengikuti kegiatan olahraga berbayar. Seengaknya kalau gak dateng jadi ngerasa rugi uang. Hati nurani memang sangat sulit untuk dituruti, apalagi godaan siap sedia menghadang, hiks...hiks... T_T.

Tidak ada komentar: